Rumah Tak Lagi Aman, Kekerasan Seksual Terhadap Anak Perempuan di Lingkup Keluarga yang Kian Marak
Kekerasan berbasis gender (gender-based violence) kini merambah hingga ke ruang privat, termasuk dalam lingkup keluarga. Anak perempuan, di mana pun mereka berada, sering kali hidup dalam bayang-bayang ancaman terhadap keselamatan diri. Ironisnya, rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru kerap menjadi lokasi terjadinya kekerasan. Fakta tragis ini menunjukkan bahwa banyak anak perempuan tidak lagi merasa aman, bahkan di lingkungan keluarga sendiri.
Salah satu contoh nyata terjadi baru-baru ini di Garut, Jawa Barat. Polres Garut berhasil mengungkap tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yang pelakunya adalah orang terdekat korban: ayah kandung dan pamannya sendiri. Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Tarogong Kaler pada 7 April 2025. Dalam konferensi pers di Graha Mumun Surachman, Kasat Reskrim AKP Joko Prihatin menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kecurigaan seorang tetangga yang melihat celana korban, seorang anak perempuan berusia lima tahun, berlumuran darah. Setelah ditanya, korban akhirnya mengaku bahwa dirinya dicabuli oleh ayah dan pamannya. Keterangan ini kemudian diperkuat oleh hasil pemeriksaan medis di klinik setempat, yang mengonfirmasi adanya kekerasan seksual.
Saat ini, kedua pelaku telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 76D juncto Pasal 81 atau Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Ancaman pidana yang dikenakan berupa pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Ketua Forum KPAID Jawa Barat, Ato Rinanto, menyatakan keprihatinan yang mendalam atas peristiwa kekerasan seksual terhadap anak ini.
Apabila dilihat dari sudut pandang teori hukum feminis (feminist legal theory), kasus ini menunjukkan realita pahit bahwa hukum yang berlaku saat ini sering kali belum benar-benar mampu melindungi perempuan dan anak perempuan dari kekerasan seksual yang terjadi di ranah privat seperti keluarga. Dalam pandangan teori hukum feminis, kekerasan seksual itu bukan sekadar tindak kriminal semata, tapi bagian dari sistem sosial patriarki yang melegalkan dominasi laki-laki atas tubuh dan hak perempuan, bahkan di tempat yang seharusnya jadi ruang paling aman, yaitu keluarga.
Pola asuh yang salah, sebagaimana disinggung oleh Ketua KPAID, bukan sekadar persoalan teknis pengasuhan, tetapi juga bagian dari sistem budaya yang menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai pihak yang rentan dan subordinat. Oleh karena itu, upaya penanganan kekerasan seksual tidak cukup hanya melalui penegakan hukum, tetapi juga harus mencakup perubahan struktural. Perubahan ini meliputi pendidikan kesetaraan gender sejak dini, penguatan perlindungan hukum yang berpihak kepada korban, serta pemberdayaan masyarakat agar berani melaporkan dan memutus rantai kekerasan yang sudah mengakar.
Kasus di Garut ini menjadi pengingat penting bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak harus dimulai dari keluarga, dengan kesadaran bahwa ruang privat tidak boleh dianggap kebal terhadap hukum. Feminist legal theorymendorong negara dan masyarakat untuk tidak lagi memisahkan secara tegas antara ruang publik dan privat dalam upaya memberantas kekerasan seksual. Keadilan sejati bagi korban baru bisa tercapai jika hukum mampu menjangkau hingga ke relasi kuasa yang timpang, baik di dalam rumah maupun di luar.
Dari kasus ini, penulis berpendapat bahwa pendidikan seks (sex education) harus mulai diajarkan sejak dini kepada anak-anak. Peran negara dalam menyusun kurikulum yang tepat untuk pendidikan ini sangat diharapkan. Selain itu, sekolah dan guru juga harus berperan besar dalam mendukung dan menjalankan program ini di lingkungan pendidikan. Tidak kalah penting, orang tua juga wajib terlibat aktif dalam memberikan pemahaman kepada anak-anaknya.
Hal ini penting, karena kasus pelecehan terhadap anak perempuan sering kali justru datang dari lingkungan terdekat mereka, baik di dalam keluarga maupun di sekitar tempat tinggalnya. Namun, tantangan yang masih ada hingga sekarang adalah masyarakat harus mulai mengubah stereotipe yang menganggap bahwa mengenalkan pendidikan seks sejak dini itu identik dengan mengajarkan hal-hal yang bersifat pornografi. Padahal, pendidikan ini justru bertujuan untuk melindungi anak-anak, agar mereka tahu bagian-bagian tubuh mana saja yang harus mereka jaga dan lindungi, karena bagian-bagian tersebut sering menjadi sasaran pelaku pelecehan seksual.
Selain itu, anak perempuan juga harus didorong dan diajarkan untuk berani speak up ketika mengalami kekerasan berbasis gender, supaya mereka tidak lagi merasa takut atau malu untuk melaporkan kejadian yang menimpa mereka.
(责任编辑:综合)
- FOTO: Kurangi Limbah Fashion, Pakaian Bekas Makin Dilirik di Jepang
- Tips Mencari Berbagai Produk Terbaik di PilihanPro.ID
- Hari Kartini 21 April 2024 Tanggal Merah atau Tidak? Ini Jawabannya
- Pertamina dan Serikat Pekerja Teken Kerja Sama, Menaker: Ini Bisa jadi Contoh Perusahaan Lain
- Cari Pendamping Anies Baswedan di Pilkada DKI, PKS: Masih Komunikasi Dengan Parpol
- Dengarkan Langsung Keluhan Warga, Polda Metro Jaya Gelar Jumat Curhat di 740 Titik
- Menteri PKP Salurkan 1.000 Unit Rumah Subsidi untuk Masyarakat Halmahera Tengah
- Langkah Golkar Menuju Pilgub DKI Jakarta 2024
- Hotel Paling Berbahaya di Dunia, Sensasi Bermalam Dikelilingi Hiu
- Enam Orang Jadi Tersangka Kasus Khilafatul Muslimin di Jateng
- Harga Timah Melonjak, AETI Soroti Kebijakan ESDM
- FOTO: Logina Salah, Kontestan Miss Universe 2024 Pengidap Vitiligo
- Simak, Ini Prediksi Nasib 12 Shio di Tahun Naga Kayu 2024
- Wakil Ketua Gerindra: Konsep Oposisi Tak Dikenal dalam Konstitusi Indonesia
- PDIP Gugat Penyidik KPK, Bukan Hanya Soal Baper
- Hari Kartini 21 April 2024 Tanggal Merah atau Tidak? Ini Jawabannya
- Rayu Turunkan Tarif ke AS, Jepang Beri Keistimewaan ke Tesla
- Cerita CEO Nissan Tentang Mantan CEO Sebelumnya yang Jor
- Rute Penerbangan Domestik Tersibuk di Dunia 2023, Ada Jakarta
- BI Tak Lagi Agresif Tarik Likuiditas, Perbankan Mulai Borong Obligasi RI